Ketika Big Boss menyebut-nyebut nama saya dalam suatu rapat intern beberapa waktu yang lalu sebagai salah satu orang yang akan diberangkatkan dinas ke LN, saya gak begitu ngegubris. Karena buat saya, omongan yang kayak gitu belum tentu bener dan gak usah dipegang meskipun diucapin di depan banyak orang, karena yang namanya birokrasi terkadang punya banyak cara untuk "menyenangkan" hati pegawai walaupun pada kenyataannya akan berubah 180 derajat, ya hanya sekedar omongan semu. So, i really didn't pay attention to what he said,
Jadi, saya bener-bener lupa akan omongan si bos tentang dinas LN itu. Sampai siang ini, saya bertemu dengan rekan kerja saya, yang pada intinya, dia punya daftar nama orang-orang yang akan berangkat ke LN pada tahun ini, and i'm on the list! Tapi tetep...saya gak percaya, dan hanya menanggapi dengan ringan. Sampai akhirnya, tadi Big Boss manggil saya ke ruangannya, dan dia meminta bantuan saya untuk mengerjakan beberapa hal sehubungan dengan tugas saya, ok...it's not problem at all, i'm working on it. But in the end of our conversation, he mentioned it again! Oh No...it turns to become reality.
Dilema. Antara profesionalitas dengan keluarga. Which one will come first? Kalo jaman masih gadis kayak dulu, mungkin kesempatan kayak gini gak akan disia-siain, dengan sangat gembira, i will say yes! Tapi sekarang...keadaan udah banyak berubah, saya punya satu anak yang masih kecil yang pasti akan ngerasa keilangan kalo mamanya pergi dan tentu mamanya juga ngerasain hal yang sama (walaupun cuma 5 hari), suami yang saya kangenin, plus hamil muda. Terlalu banyak yang saya korbanin demi pekerjaan kantor. Tapi bagaimana dengan profesionalitas kerja? Kinerja dan imej yang saya hadapkan ketika saya menolak tugas ini? Walaupun Alhamdulillah lingkungan pekerjaan saya sangat supportive terhadap seorang ibu. Tapi sedikit banyak hal ini pasti akan mempengaruhi penilaian kinerja saya. Belum lagi, mungkin ini merupakan kesempatan yang baik bagi saya untuk mengembangkan diri, dan gak jadi "katak dalam tempurung". But, once again, when it comes to family, i tend to refused and become unprofessional!
Gak tau deh keputusan apa yang akan saya ambil nanti, saya harus ngediskusiin hal ini sama suami, izin dari suami tentu jadi hal yang paling utama buat saya, dan dia biasanya punya penjelasan dan alasan yang bagus untuk saya dalam mengambil suatu keputusan dalam situasi seperti sekarang ini. I need his point of view!
Confused.....
Jadi, saya bener-bener lupa akan omongan si bos tentang dinas LN itu. Sampai siang ini, saya bertemu dengan rekan kerja saya, yang pada intinya, dia punya daftar nama orang-orang yang akan berangkat ke LN pada tahun ini, and i'm on the list! Tapi tetep...saya gak percaya, dan hanya menanggapi dengan ringan. Sampai akhirnya, tadi Big Boss manggil saya ke ruangannya, dan dia meminta bantuan saya untuk mengerjakan beberapa hal sehubungan dengan tugas saya, ok...it's not problem at all, i'm working on it. But in the end of our conversation, he mentioned it again! Oh No...it turns to become reality.
Dilema. Antara profesionalitas dengan keluarga. Which one will come first? Kalo jaman masih gadis kayak dulu, mungkin kesempatan kayak gini gak akan disia-siain, dengan sangat gembira, i will say yes! Tapi sekarang...keadaan udah banyak berubah, saya punya satu anak yang masih kecil yang pasti akan ngerasa keilangan kalo mamanya pergi dan tentu mamanya juga ngerasain hal yang sama (walaupun cuma 5 hari), suami yang saya kangenin, plus hamil muda. Terlalu banyak yang saya korbanin demi pekerjaan kantor. Tapi bagaimana dengan profesionalitas kerja? Kinerja dan imej yang saya hadapkan ketika saya menolak tugas ini? Walaupun Alhamdulillah lingkungan pekerjaan saya sangat supportive terhadap seorang ibu. Tapi sedikit banyak hal ini pasti akan mempengaruhi penilaian kinerja saya. Belum lagi, mungkin ini merupakan kesempatan yang baik bagi saya untuk mengembangkan diri, dan gak jadi "katak dalam tempurung". But, once again, when it comes to family, i tend to refused and become unprofessional!
Gak tau deh keputusan apa yang akan saya ambil nanti, saya harus ngediskusiin hal ini sama suami, izin dari suami tentu jadi hal yang paling utama buat saya, dan dia biasanya punya penjelasan dan alasan yang bagus untuk saya dalam mengambil suatu keputusan dalam situasi seperti sekarang ini. I need his point of view!
Confused.....